PALU, I’m in LOVE
Selasa, Desember 16
Sebagai kota teluk, Palu menyajikan sisi romantis di sepanjang garis pantai. Bila sore menjelang, nongkrong di pantai ditemani minuman saraba (minuman khas Palu/ seperti skoteng kalau di Jawa namun saraba dicampur telor dan cenderung sedikit pedas) plus pisang gepe sembari menikmati hembusan sepoi-sepoi angin teluk, membuat segar raga ini. Bola mata menerawang jauh ke ufuk barat, lalu dengan sedikit mendongakkan kepala, menunggu saat-saat matahari bersembunyi di balik gunung Gawalise. Semburat warna jingga berbaur dengan warna kebiruan perlahan lalu menghilang berganti menjadi kelam sebagai pertanda malam kan menjelang.
Di kejauhan, jembatan Palu berdiri dengan pongahnya, menyatukan dua sisi kota yang terbelah sungai Palu, yang mengalir sepanjang tahun sambil membawa jutaan butiran lumpur dari ujung gunung akibat penebangan liar. Warna air teluk yang coklat tidak mengurangi keindahan pantai Palu, malah menambah mozaik warna di air laut. Ah Palu ...Palu
Bercerita tentang PaGI .....
Pagi itu seperti pagi-pagi lainnya, beberapa kedai kopi di Palu seperti di Jalan Patimura, jl. Setiabudi, Jl. H. Hayun, Jl. Ki Maja, Jl. Wahidin terasa sempit menampung penikmat kopi yang berasal dari berbagai kalangan. PNS, TNI-Polri, Swasta, Jurnalis, dan pengangguran, berbagi cerita nggosip baik dari kejadian lokal hingga nasional. Akibat keseringan kongkow sambil ngopi, saya bisa tahu tipe-tipe penikmat kopi.
Tersebutlah sebagai aliran politikus. Penikmat kopi ini selalu menyanjung-nyanjung lawan bicara (istilah orang Palu adalah batende/ ataw surga telinga) dan berbicara bak poitikus kawakan, padahalnya dengan tujuannya ingin dibayarin. Sedangkan aliran lainnya adalah aliran ekonom. Aliran ini adalah mereka yang selalu ngutang pada kedai kopi. Sebetulnya aliran politikus dan ekonom sama saja. Tergantung lawan bicara. Bila lawan bicaranya juga politikus, mereka akhirnya sama-sama menjadi aliran ekonom. Dan 2 tipe aliran tersebut cukup banyak, terlebih lagi saat ini yang berdekatan dengan pemilu 2009. Mereka sengaja menyanjung-nyanjung caleg yang kongkow di kedai kopi, dan para caleg inilah yang kemudian menjadi donatur sementara per-kongkowan di kedai kopi.
Hmmmm...siapa bilang budaya ngopi tidak sehat. Yang tidak sehat adalah sambil nggosip plus ngutang. Dan sebagai jurnalis, nongkrong di kedai kopi sangat membantu untuk mendapatkan berita awal. Selain mendapatkan bahan berita (walau cuma berita ecek-ecek) juga dapat traktiran kopi plus nasi kuning.
Bercerita sORe
Bercengkerama dengan waktu, paling afdol adalah di tepi pantai. Sambil bersandar pada kursi kayu hitam ditemani kopi panas, memandang lautan membiru hingga ke batas cakrawala. Suasana romantis itu dapat ditemui di pantai Tanjung Karang, Donggala. 38 km arah utara Palu, kira-kira setengah jam perjalanan normal menggunakan roda empat.
Sore itu saya sengaja membuka kaca kendaraan lebar-lebar supaya bisa membaui air laut yang segar, sesuatu yang tidak bisa dilakukan di Jakarta. Jalanan yang mulus membuat waktu tempuh semakin pendek, namun tak mengurangi kekaguman atas pemadangan alur pantai sepanjang jalan. Pantas..., bule2 suka dengan pantai karena begitu indahnya suasana pantai. Cuaca sangat cerah. Pelarian diri dari cuaca panas Palu dan memanjakan tubuh menikmati terpaan angin pantai Tanjung Karang adalah caranya yang paling pas saat itu. Tak perlu penunjuk jalan , toh saya sudah hapal mati jalan menuju kesana.
Tiba dibibir pantai, riak-riak gelombang mengalun perlahan...menjilati jemari kaki, menyisakan butiran pasir putih disela-selanya. Kuhisap rokok kesayanganku dalam-dalam, berlomba dengan angin pantai tuk menghabiskan bara api menyisakan debu. Abu rokok kujentikkan dari ujungnya.., tak sempat menerpa pasir telah larut dalam terpaan angin.
Hmmmm....rasanya enggan beranjak dari bibir pantai. Kutatapi mentari yang mulai sayu menyinari bumi, seakan tahu diri bahwa rembulan mulai mengambil jatahnya menemani malam sendirian.
Medio Desember 2008.
24 komentar:
pertamaxxxxxxxxxxxxxxx
dari fotonya kek nya indah banget......jadi pengen kesana
jika harus memilih antara pantai dan gunung, saya akan segera memilih pantai. mungkin krn 80% tubuh ini terdiri dr air makanya debur pantai selalu memanggil2...heheheh
saya paling suka pantai berpasir putih seperti foto pantai tj karang itu. wisatawannya ramai gak?
haduhhh... jadi pengin pulang ke cilacap nih... rumahku gak jauh dari pantai... tp kalo liat dari fotonya sih... lebih indah palu apalagi pantainya dengan pasir yang putih...
tak kira di palu pake palu godam
ternyata tempat tho?
wah asyik nih merenung sambil melihat keindahan pantai dgn gemerisik ombaknya seakan akan bisa membuang jauh2 ke tengah lautan segala kepenatan raga
Aku jadi pengen menikmati keindahan pantai Palu...
thanks for sharing...
saraba, pisang gepe, I am coming to Palu... *tapi kapan ya?*
Pengen menjajah ke Palu..
Pengen menikmati kopi khas Palu..
Pengen bermain di pantai Palu yang indah..
aku pengen kesanaaa.....
My hubby juga suka banget ma kopi,pasti dia seneng kalo ke Palu hehe...aku sendiri pn saraba nya n pisang gepe,nyam nyaammm...trus itu pantainya...jadi pengen kesanaaaa!Hiks
jatuh cinta sama palu? wewewewewe
pantai, gunung, atau hutan?
saya milih hutan, lebih ganas
jadi ingin ke bali (maksudnya "pulang") &^%$#$%^@#..
wahhh asiknya.....pengen...pengen maen ke palu..
woiiii endahnyaaa pantaii....
fiuuuuuuuuu........udah brp th ga liat pante..
wah jembatan itu angkuh juga ya?masa berdiri dengan pongah. semestinya khan berdiri dengan resah, soalnya siap ambruk*gubrak!* dasar gadis rantau diajak ngomong serius gak bisa*hi..hi..
Iya, palu itu sangat indah Pras ...
aduh...indah banget pantainya jadi pingin kesana
hehehehe..bagus yach Indoensia...Biar jangan Bali terus yg di ekspose..hehe
aduh...indah banget pantainya jadi pingin kesana
Wah, salam kenal dulu yah ^_^
paluku nihh !
haha..pantainya aja seindah ini,apalagi orangnya? hahaha :)
palu oh palu.. i'm soo in loveee !
tukaran link yuks...link anda sudah aku pasang di postingan Exchange link...
bagus banget ya panoramanya.
Posting Komentar
Tempat Caci Maki.....